Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai
tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Azas dan Tujuan Perlindungan konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi
kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk
meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa
tujuan perlindungan konsumen adalah:
1. Meningkatkan kesadaran,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa
3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen
Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai
berikut :
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang/jasa.
- Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
- Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas
barang/jasa yang digunakan.
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskrimainatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi,
atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Uasaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak
pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. hak untuk rehabilitasi
nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban
pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya.
2. memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan.
6. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7. memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan
yang dilarang bagi Pelaku Usaha
1. Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang dan jasa yang :
a. Tidak
sesuai dengan :
-
Standar yang dipersyaratkan
-
Peraturan yang berlaku
-
Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah
yang sebenarnya
b. Tidak
sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket, dan keterangan lain mengenai
barang dan jasa yang menyangkut :
-
Berat bersih
-
Isi bersih dan jumlah dalam hitungan
2. Dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan jasa :
a. Secara
tidak benar dan seolah-olah barang tersebut :
- Telah memenuhi standar mutu tertentu,
potongan harga khusus, gaya tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Dalam keadaan baik, tidak mengandung
cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang
tertentu.
b. Secara
tidak benar dan seolah-olah barang dan jasa tersebut :
- Telah mendapatkan sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu, leuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris
tertentu.
-
Dibuat perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan/afiliasi
-
Telah tersedia bagi konsumen
c. Langsung/tidak
langsung merendahkan barang dan jasa lain.
d. Menggunakan
katan-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e. Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Klausula
Baku dalam Perjanjian
Di dalam pasal 18
undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa
yang ditunjukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.
Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung
jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk
timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk
yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak
sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku
usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan
melawan hukum. Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan
pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha
terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti
kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21
mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi
jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa
pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita
konsumen, apabila :
-
barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud
untuk diedarkan ;
-
cacat barang timbul pada kemudian hari;
-
cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
-
kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
-
lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat
jangka waktu yang diperjanjikan
Sanksi
–sanksi yang Tertera dalam Undang-undang
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai
berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai
dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran,
komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang
barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat,
atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2)
Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku
usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan
konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral,
pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan
atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi
iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang
disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi
bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu
pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang.
Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota
pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”
dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5
(lima) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada
gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa
klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli
tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak
para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi
ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku
tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan
cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut
sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan
dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini
dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling
banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum
yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia
perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang
jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan
konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi
urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat
(3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi
pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian(
Oktober 2004 )
Sanksi Perdata, Ganti
rugi dalam bentuk :
-
Pengembalian uang atau
- Penggantian barang atau
-
Perawatan kesehatan, dan/atau
-
Pemberian santunan
-
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika
melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
-
Kurungan, Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar
rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan
Pasal 18
- Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal
11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
- Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian
-
Hukuman tambahan , antara lain : Pengumuman keputusan Haki, Pencabuttan
izin usaha, Dilarang memperdagangkan barang dan jasa, Wajib menarik dari
peredaran barang dan jasa, Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar