Senin, 21 Oktober 2013

KARANGAN ILMIAH, NON ILMIAH, DAN SEMI ILMIAH


Karangan adalah kegiatan menulis usulan-usulan yang benar berupa pernyataan-pernyataan tentang fakta, kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta dan merupakan pengetahuan. Ada beberapa jenis karangan diantaranya adalah ilmiah, non ilmiah, dan semi ilmiah/populer. 

I.                    Penjelasan Karangan Non Ilmiah
Karya Non-Ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, tidak didukung dengan fakta umum, biasanya menggunakan gaya bahasa yang populer (tidak formal), dan bersifat subjektif.
Dibawah ini merupakan ciri-ciri karangan yang berjenis Non Ilmiah, antara lain:
-          Emotif karangan ini menonjolkan sifat kemewahan yang lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi.
-          Deskriptif, karangan ini menunjukkan penjelasan yang bersifat aktual terhadap perkembangan diri pribadi sehari-hari dengan disertai alur kehidupan yang jelas.
-          Persuasi, terdapat suatu penilaian fakta tanpa bukti, bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informatif.
Lebih mendapatkan sumber dari pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif. Saat ini terdapat beberapa contoh mengenai karangan ilmiah yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai berikut:
1.       Novel, sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk cerita.
2.       Drama adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor.
3.       Roman adalah sejenis karya sastra dalam bentuk prosa atau gancaran yang isinya melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing.
4.       Cerpen adalah suatu bentuk naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang.
5.       Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya.

II.                  Penjelasan Karangan Ilmiah
Karya Ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban kebenaran yang logis dan sistematis tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Biasanya tulisan ilmiah mengangkat tema seputar hal-hal yang bersifat aktual dan belum pernah ditulis orang lain. Adapun secara ringkas, ciri-ciri karya ilmiah yang diuraikan sebagai berikut:
a.       Objektif, keobjektifan ini tampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Kemudian, pernyataan dan simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapapun dapat mengecek (memvertfikasi) kebenaran dan keabsahannya.
b.      Netral, hal ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Pernyataan yang  bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
c.       Sistematis, uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca dengan mudahnya mengikuti alur uraiannya.
d.      Logis, Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif, sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
e.      Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan), Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Atau pernyataan yang emosional, menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih, dll. Hendaknya dihindarkan.
f.        Tidak Pleonastis, maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan (efektif). Kata-katanya singkat, padat, dan jelas.
g.       Bahasa yang digunakan adalah ragam formal bahasa yang digunakan dalam karangan ini bersifat formal dan sesuai dengan EYD.
Adapun Karangan saat ini yang dapat digolongkan menjadi karangan ilmiah antara lain.
-          Makalah
-          Laporan
-          Penelitian Ilmiah
-          Skripsi
-          Tesis
-          Disertasi

III.                Penjelasan Karangan Semi Ilmiah
Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiinformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah.

IV.                Kesimpulan Perbedaan karangan Ilmiah dengan Karangan Non Ilmiah, Istilah karya ilmiah dan non ilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penanaman tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun non ilmiah/fiksi dan non fiksi atau apa pun namanya, kedua-duanya memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.
a.       Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif)
b.      Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis
c.       Dala pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah

V.                  Kesimpulan Perbedaan Karangan Ilmiah dengan Karangan Semi Ilmiah, Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi.
Ciri-ciri ragam resmi yaitu:
-          Menerapkan kesantunan ejaan (EYD)
-          Kesantunan Diksi
-          Kesantunan Kalimat
-          Kesantunan Paragraf
-          Menggunakan kata ganti pertama “penulis”, bukan saya, aku, kami atau kita
-          Memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan populer
-          Menggunakan makna denotasi, bukan konotasi
-          Menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan
-          Mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah
a.       Bagian awal karangan (preliminaries),
b.      Bagian isi (main body)
c.       Dan bagian akhir karangan ilmiah (refrence matter)
Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semi ilmiah/ilmiah populer dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang namun atau populer yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra.

VI.                Refrensi
-          Jonathan Sarwono.2010.Pintar Menulis Karangan Ilmiah.Yogyakarta: Andi Offset.
-          http://wikipedia.org/wiki.
-          Egar.http://achmadfaroby.blogspot.com/2011/03/perbedaan-karangan-ilmiah-semiilmiah.html
-          HamdaniMulya.http://www.scribd.com/doc/48880445/Pengertian-Karya-Ilmiah.
-          http://uzi-online.blogspot.com/2012/03/perbedaan-karangan-ilmiah-non-ilmiah.html

Jumat, 04 Oktober 2013

DEDUKTIF DAN INDUKTIF


BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi dijadikan sebagai dasar penyimpulan yang disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Maka kini akan dibahas mengenai proposisi yang lebih terperinci sebagai sebuah landasan dalam menyusun kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Dalam makalah ini juga akan dijelaskan mengenai beberapa macam corak penalaran yang dipakai sebagai alat argumentasi. Secara garis besar makalah ini membahas tentang berpikir induktif dan deduktif. Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu arah atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam-macam variasi yang akan dijelaskan lebih lanjut yaitu berupa generalisasi, hipotesis dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya. Deduktif merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang telah ada menuju kepada proposisi baru yang akan membentuk kesimpulan. Dalam induksi, untuk menarik kesimpulan, maka penulis harus mengumpulkan bahan – bahan atau fakta – fakta terlebih dahulu. Sementara dalam penulisan deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta – fakta itu, karena yang diperlukan penulis hanyalah suatu proposisi umum dan proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang berhubungan dengan proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukan benar dan proposisinya benar,maka dapat diharapkan bahwa kesimpulannya pun akan benar.


BAB II
ISI

II.a       PENJELASAN CARA BERPIKIR DEDUKTIF
Pada dasarnya cara berpikir deduktif adalah metode penelitian secara kuantitatif, yang mana cara berpikir ini berlandaskan hal yang bersifat umum kemudian diuraikan secara terperinci dengan hal-hal yang khusus. Pada umumnya, manusia lebih memahami berpikir secara umum dibandingkan khusus. Dalam teori filsafat telah dibahas mengenai cara berpikir atau bernalar. Contoh, Setiap makhluk hidup membutuhkan makan dan minum untuk hidup. sebagai pernyataannya bahwa:
-          Setiap makhluk hidup membutuhkan makan = Premis Mayor
-          Manusia, hewan, dan tumbuhan adalah makhluk hidup = Premis Minor
-          Maka manusia, tumbuhan, dan hewan  membutuhkan makan dan minum untuk hidup = konklusi

II.b       PENJELASAN CARA BERPIKIR INDUKTIF
Selain dari cara berpikir deduktif, adapula cara berpikir induktif dengan merujuk pada hal yang sifatnya kualitatif. Cara berpikir induktif berawal dari adanya temuan fakta yang sifatnya khusus, kemudian fakta-fakta ini dikembangkan sehingga menjadi sebuah hal yang sifatnya umum untuk disimpulkan. Dengan kata lain masalah yang sifatnya khusus diperluas dengan hal yang umum. Sebagai contoh sederhana yaitu:
-          Di setiap universitas tentu memiliki berbagai spesialisasi seperti spesialis akuntansi manajemen, spesialis akuntansi perpajakan, spesialis audit, spesialis riset operasional, dan spesialis pendidikan akuntansi. Beberapa spesialis tersebut merupakan bagian yang khusus dimiliki oleh jurusan akuntansi.
-          Kemudian seperti kendaraan bermotor , ada merk Honda, Yamaha, Suzuki, Mitshubishi, Mercedez Benz, Ferari, Lamborghini, Lotus, dan lain-lain. Beberapa merk tersebut dapat dikategorikan sebagai kendaraan bermotor  yang bergerak dengan menggunakan mesin.

II.c       KETERKAITAN ANTARA CARA BERPIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Bila bicara adanya 2 hal cara berpikir seperti ini, tentu ada kaitannya antara cara berpikir deduktif dan induktif. Cara berpikir seperti ini dapat kita ketahui salah satunya ketika akan melakukan penelitian atau dugaan sementara (Hipotesis). Setiap penelitian pasti akan mengandung unsur Kuantitatif (Deduktif) dan unsur Kualitatif (Induktif). Unsur tersebut terbentuk berdasarkan pembahasan masalahnya, ketika ada sebuah masalah yang komprehensif, maka akan terbentuk sebuah pemahaman untuk mengkaji masalah tersebut menjadi sistematis, jelas, dan terperinci melalui berbagai studi yang menghasilkan data-data melalui metode kuantitatif. Karena pada akhirnya cara berpikir deduktif mapun induktif menghasilkan sebuah teori-teori baru dengan adanya masalah yang diteliti. Sehingga teori atau ilmu ini dapat bermanfaat. Pembahasan mengenai keterkaitan ini dapat dimisalkan.
-          Contoh kaitannya cara berpikir deduktif-induktif, ketika kita sudah mulai berpikir untuk melakukan sesuatu pada tugas mata kuliah A yaitu pembuatan makalah penelitian, maka terkadang terlintas dengan adanya sebuah gagasan seperti pengaruh eksistensi CSR(Coorporate Social Responsibility) dengan adanya  Fraud, hal ini artinya tanpa memikirkan perkaranya seperti apa, yang kemudian dikembangkan menjadi metode kuantitatif.
-          Begitu juga sebaliknya ketika kita menemukan masalah, katakanlah adanya temuan berupa Rekening Gendut pegawai pajak. Temuan ini merupakan masalah yang perlu dipecahkan dan diteliti melalui sebuah lembaga independent yang turut berpartisipasi dalam penyelesaiaannya. Dari hasil temuan ini nantinya diteliti dengan berbagai metode yang sistematis, akuntabel, transparansi, dan terperinci. Sehingga nantinya menghasilkan sebuah gagasan atau teori atau ilmu baru dari penelitian yang dikaji berdasarkan metode kualitatif.

II.d       JENIS-JENIS CARA BERPIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Cara berpikir Deduktif dan induktif memiliki jenis-jenisnya  
1.    Berpikir secara Ontologi, maksudnya berpikir untuk mendapatkan ilmu yang benar.
2.    Berpikir secara Epistimologi, maksudnya berpikir mengenai asal, sifat, karakter dan jenis ilmu pengetahuan yang ingin didapatkan.
3.    Berpikir secara Aksiologi, maksudnya berpikir bagaimana ilmu tersebut digunakan dan untuk apa, sehingga dapat menghasilkan pemikiran yang positif.
4.    Berpikir secara Silogisme, maksudnya adalah sebuah penarikan kesimpulan melalui deduktif. Yang mana memiliki 2 komponen yang proporsional yaitu berdasarkan pernyataan dan konklusi (kesimpulan).

BAB III
KESIMPULAN

Dalam Pemanfaatan argumentasi dapat digunakan teknik – teknik penalaran dan pengujian data yang ada. Dari dua system yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bila kita membandingkan penalaran dalam induktif dan penalaran dalam deduktif, maka kesimpulan dari induktif  mempunyai kemungkinan kebenaran, dan benar tidaknya proposisi itu tergantung pada kebenaran dari data yang dipergunakan. Dalam penggunaan metode induktif, untuk membuat suatu kesimpulan penulis harus mengumpulkan data dan fakta yang terkait terlebih dahulu. Semakin banyak dan semakin baik kualitas datanya maka akan semakin komprehensif kesimpulan yang dihasilkan. Sedangkan dalam pembuatan proposisi dengan cara deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta yang ada, penulis hanya perlu suatu proposisi umum atau proposisi yang mampu mengidentifikasi suatu peristiwa khusus secara berkaitan dengan proposisi umum tadi.

REFRENSI
Santoso, Gunawan Budi, dkk. Terampil Berbahasa Indonesia 2. 2009. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. 1992. Jakarta: Gramedia.
W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2006. Jakarta: Balai Pustaka.

DEDUKTIF DAN INDUKTIF


BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi dijadikan sebagai dasar penyimpulan yang disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Maka kini akan dibahas mengenai proposisi yang lebih terperinci sebagai sebuah landasan dalam menyusun kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Dalam makalah ini juga akan dijelaskan mengenai beberapa macam corak penalaran yang dipakai sebagai alat argumentasi. Secara garis besar makalah ini membahas tentang berpikir induktif dan deduktif. Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu arah atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam-macam variasi yang akan dijelaskan lebih lanjut yaitu berupa generalisasi, hipotesis dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya. Deduktif merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang telah ada menuju kepada proposisi baru yang akan membentuk kesimpulan. Dalam induksi, untuk menarik kesimpulan, maka penulis harus mengumpulkan bahan – bahan atau fakta – fakta terlebih dahulu. Sementara dalam penulisan deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta – fakta itu, karena yang diperlukan penulis hanyalah suatu proposisi umum dan proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang berhubungan dengan proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukan benar dan proposisinya benar,maka dapat diharapkan bahwa kesimpulannya pun akan benar.
 

BAB II
ISI

II.a       PENJELASAN CARA BERPIKIR DEDUKTIF
Pada dasarnya cara berpikir deduktif adalah metode penelitian secara kuantitatif, yang mana cara berpikir ini berlandaskan hal yang bersifat umum kemudian diuraikan secara terperinci dengan hal-hal yang khusus. Pada umumnya, manusia lebih memahami berpikir secara umum dibandingkan khusus. Dalam teori filsafat telah dibahas mengenai cara berpikir atau bernalar. Contoh, Setiap makhluk hidup membutuhkan makan dan minum untuk hidup. sebagai pernyataannya bahwa:
-          Setiap makhluk hidup membutuhkan makan = Premis Mayor
-          Manusia, hewan, dan tumbuhan adalah makhluk hidup = Premis Minor
-          Maka manusia, tumbuhan, dan hewan  membutuhkan makan dan minum untuk hidup = konklusi

II.b       PENJELASAN CARA BERPIKIR INDUKTIF
Selain dari cara berpikir deduktif, adapula cara berpikir induktif dengan merujuk pada hal yang sifatnya kualitatif. Cara berpikir induktif berawal dari adanya temuan fakta yang sifatnya khusus, kemudian fakta-fakta ini dikembangkan sehingga menjadi sebuah hal yang sifatnya umum untuk disimpulkan. Dengan kata lain masalah yang sifatnya khusus diperluas dengan hal yang umum. Sebagai contoh sederhana yaitu:
-          Di setiap universitas tentu memiliki berbagai spesialisasi seperti spesialis akuntansi manajemen, spesialis akuntansi perpajakan, spesialis audit, spesialis riset operasional, dan spesialis pendidikan akuntansi. Beberapa spesialis tersebut merupakan bagian yang khusus dimiliki oleh jurusan akuntansi.
-          Kemudian seperti kendaraan bermotor , ada merk Honda, Yamaha, Suzuki, Mitshubishi, Mercedez Benz, Ferari, Lamborghini, Lotus, dan lain-lain. Beberapa merk tersebut dapat dikategorikan sebagai kendaraan bermotor  yang bergerak dengan menggunakan mesin.

II.c       KETERKAITAN ANTARA CARA BERPIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Bila bicara adanya 2 hal cara berpikir seperti ini, tentu ada kaitannya antara cara berpikir deduktif dan induktif. Cara berpikir seperti ini dapat kita ketahui salah satunya ketika akan melakukan penelitian atau dugaan sementara (Hipotesis). Setiap penelitian pasti akan mengandung unsur Kuantitatif (Deduktif) dan unsur Kualitatif (Induktif). Unsur tersebut terbentuk berdasarkan pembahasan masalahnya, ketika ada sebuah masalah yang komprehensif, maka akan terbentuk sebuah pemahaman untuk mengkaji masalah tersebut menjadi sistematis, jelas, dan terperinci melalui berbagai studi yang menghasilkan data-data melalui metode kuantitatif. Karena pada akhirnya cara berpikir deduktif mapun induktif menghasilkan sebuah teori-teori baru dengan adanya masalah yang diteliti. Sehingga teori atau ilmu ini dapat bermanfaat. Pembahasan mengenai keterkaitan ini dapat dimisalkan.
-          Contoh kaitannya cara berpikir deduktif-induktif, ketika kita sudah mulai berpikir untuk melakukan sesuatu pada tugas mata kuliah A yaitu pembuatan makalah penelitian, maka terkadang terlintas dengan adanya sebuah gagasan seperti pengaruh eksistensi CSR(Coorporate Social Responsibility) dengan adanya  Fraud, hal ini artinya tanpa memikirkan perkaranya seperti apa, yang kemudian dikembangkan menjadi metode kuantitatif.
-          Begitu juga sebaliknya ketika kita menemukan masalah, katakanlah adanya temuan berupa Rekening Gendut pegawai pajak. Temuan ini merupakan masalah yang perlu dipecahkan dan diteliti melalui sebuah lembaga independent yang turut berpartisipasi dalam penyelesaiaannya. Dari hasil temuan ini nantinya diteliti dengan berbagai metode yang sistematis, akuntabel, transparansi, dan terperinci. Sehingga nantinya menghasilkan sebuah gagasan atau teori atau ilmu baru dari penelitian yang dikaji berdasarkan metode kualitatif.

II.d       JENIS-JENIS CARA BERPIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Cara berpikir Deduktif dan induktif memiliki jenis-jenisnya  
1.    Berpikir secara Ontologi, maksudnya berpikir untuk mendapatkan ilmu yang benar.
2.    Berpikir secara Epistimologi, maksudnya berpikir mengenai asal, sifat, karakter dan jenis ilmu pengetahuan yang ingin didapatkan.
3.    Berpikir secara Aksiologi, maksudnya berpikir bagaimana ilmu tersebut digunakan dan untuk apa, sehingga dapat menghasilkan pemikiran yang positif.
4.    Berpikir secara Silogisme, maksudnya adalah sebuah penarikan kesimpulan melalui deduktif. Yang mana memiliki 2 komponen yang proporsional yaitu berdasarkan pernyataan dan konklusi (kesimpulan).


BAB III
KESIMPULAN

Dalam Pemanfaatan argumentasi dapat digunakan teknik – teknik penalaran dan pengujian data yang ada. Dari dua system yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bila kita membandingkan penalaran dalam induktif dan penalaran dalam deduktif, maka kesimpulan dari induktif  mempunyai kemungkinan kebenaran, dan benar tidaknya proposisi itu tergantung pada kebenaran dari data yang dipergunakan. Dalam penggunaan metode induktif, untuk membuat suatu kesimpulan penulis harus mengumpulkan data dan fakta yang terkait terlebih dahulu. Semakin banyak dan semakin baik kualitas datanya maka akan semakin komprehensif kesimpulan yang dihasilkan. Sedangkan dalam pembuatan proposisi dengan cara deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta yang ada, penulis hanya perlu suatu proposisi umum atau proposisi yang mampu mengidentifikasi suatu peristiwa khusus secara berkaitan dengan proposisi umum tadi.

REFRENSI
Santoso, Gunawan Budi, dkk. Terampil Berbahasa Indonesia 2. 2009. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. 1992. Jakarta: Gramedia.
W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2006. Jakarta: Balai Pustaka.